
- sebulan lalu
ZTE Blade A56 hadir sebagai penerus Blade A55 dengan chipset Unisoc T7200, RAM 4GB, layar 90Hz, dan baterai 5000mAh.
Tahukah kamu bahwa Amerika Serikat membuang 30-40% dari total pasokan makanan nasional setiap tahun? Angka mengejutkan ini setara dengan miliaran pound limbah yang berakhir membusuk di tempat pembuangan akhir.
Masalahnya tidak berhenti di situ. Limbah makanan yang membusuk melepaskan gas rumah kaca seperti metana dan karbon dioksida ke atmosfer. Di sisi lain, sampah plastik terus menumpuk dan menyebarkan mikroplastik ke lingkungan serta tubuh manusia.
Namun, tim peneliti dari Binghamton University, State University of New York, mungkin telah menemukan solusi untuk mengatasi kedua masalah sekaligus.
Dipimpin oleh mahasiswa PhD Tianzheng Liu, tim peneliti mengembangkan metode revolusioner untuk mengubah limbah makanan menjadi plastik biodegradable. Terobosan ini berpotensi memberikan dampak lingkungan dalam skala besar.
Prosesnya melibatkan bakteri Cupriavidus necator yang diberi makan limbah makanan terfermentasi. Limbah tersebut mengandung asam laktat sebagai sumber karbon dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen.
Bakteri ini kemudian mensintesis bioplastik bernama polyhydroxyalkanoate (PHA), yang disimpan secara internal sebagai sumber karbon dan energi. Sekitar 90% PHA yang dihasilkan dapat dipanen dan digunakan untuk membuat kemasan biodegradable serta produk plastik lainnya.
"Kami dapat memanfaatkan limbah makanan sebagai sumber daya untuk dikonversi menjadi berbagai produk industri, dan polimer biodegradable hanya salah satunya," kata Profesor Sha Jin, yang mendukung proyek ini bersama SUNY Distinguished Professor Kaiming Ye.
"Kami tidak hanya bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada limbah makanan, tetapi juga mengurangi biaya manufaktur polimer ramah lingkungan ini."
Liu, yang sebelumnya mendalami riset sel punca, mengakui menghadapi tantangan besar dalam prosesnya. "Biokonversi limbah makanan menjadi asam organik relatif mudah," katanya. "Namun, kultivasi bakteri penghasil plastik sulit karena awalnya saya tidak memiliki pengalaman dengan fermentasi bakteri untuk memproduksi biopolimer."
Ide menggunakan limbah makanan muncul pada 2022 setelah Jin menerima hibah dari negara bagian New York untuk mengeksplorasi keberlanjutan pangan. Dia mengetahui bahwa kebijakan SUNY melarang pengiriman limbah makanan ke tempat pembuangan sampah.
Tim juga berhasil mengatasi tantangan skala industri seperti penyimpanan dan variabilitas makanan. Mereka menemukan bahwa limbah dapat disimpan setidaknya seminggu tanpa mempengaruhi hasil. Jenis makanan pun tidak berpengaruh, asalkan rasio campuran tetap stabil.
Menariknya, residu berbentuk pasta yang tersisa dari fermentasi juga sedang diuji sebagai pupuk organik pengganti alternatif kimia. Langkah selanjutnya adalah ekspansi sistem ini ke skala yang lebih besar dengan dukungan mitra industri atau hibah tambahan.
Terobosan ini membuka peluang besar untuk mengatasi dua masalah lingkungan sekaligus: mengurangi limbah makanan dan sampah plastik konvensional.